Kamis, 12 Oktober 2017

My Write

Tiada Setia Yang Sesaat
 Flacker Rapper  4:20 AM https://resources.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif


Sinopsis

Pojok Pesantren tak pernah sepi. Sejak kehadiran Abdul dan Doni yang selalu nongkrong tiap malam dengan curhatan mereka. Abdul tak pernah kehabisan cerita tentang pujaan hati yang dia kejar-kejar selama 5 bulan terakhir, Maya. Sedangkan Doni selalu menceramahi sikap Abdul yang belum berpengalaman dalam dunia percintaan. Kisah ini bercerita tentang penantian mereka menuju hari kelulusan. Karna hari kelulusan, adalah hari keberhasilan Doni bisa move on sama mantannya, Aula. Dan juga hari dimana Maya akan menentukan hatinya untuk memilih Abdul, atau masih bertahan dengan pacarnya, Alex.

PART 1

#JanganTerlaluSetia
-
Suasana begitu tenang di Sabtu malam. Awan terlihat cerah oleh cahaya bintang-bintang dan rembulan. Suara sekitar yang sepi, menambah suasana menjadi sunyi. Hingga langit-langit malam hanya terisi oleh lamunan Abdul dan Doni yang sedang duduk di Pojok Pesantren.
Sebuah tempat yang dijadikan tongkrongan favorit santri santri Pondok Pesantren di daerah Magelang, untuk sekedar ngrumpi-ngrumpi, kumpul-kumpul, atau ngopi-ngopi. Tempatnya yang lumayan kecil, bak Pos Jaga, dan letaknya yang berada di sudut belakang Pesantren, membuat tempat itu menjadi tempat yang sangat pas buat santri-santri untuk menenangkan hati. Mereka menamakan tempat itu dengan sebutan 'Pojok Pesantren'.

Dengan ditemani lilin kecil, dan kopi dengan gelas yang mungil. Abdul dan Doni membuang waktu malamnya di Pojok Pesantren itu. Posisi duduk mereka berlawanan, saling bersandar punggung satu sama lain. Sudah hampir setengah jam mereka berdua hanya duduk di sana. Dan hanya berdiam dengan sepi.


"Tiga puluh menit ... Kita di sini ... tanpa suara ... " Lagu Jamrud yang dinyanyikan Doni merusak suasana sunyi di Pojok Pesantren.

"Ah elo Don! suara amatir lo bikin bulan jadi manyun tuh!" tangan kanan Abdul menunjuk ke bulan. Sedangkan posisi kepala Abdul miring, bersandarkan tangan kirinya.
"Noh! sekarang liat!" Doni meluruskan kepala Abdul. "Itu bulan sabit bego! bentuknya kayak huruf C, dia ngga lagi manyun, justru yang lagi manyun tuh elo!" Doni menggeser posisi duduknya ke sebelah kiri Abdul. Kini mata mereka searah memandang ke bulan. "Kenapa sih lo?"
"Biasalah.. lo tau sendiri kan, gue kesini cuman kalo lagi galau doang" Abdul membuka obrolan.
"Maya lagi?" jawab Doni.
"Yaa.. sapa lagi."
"Iya iyaa. Sekarang kenapa lagi dengan kalian?"
Abdul menyerutup kopinya. Lalu membenarkan posisi duduknya menghadap ke Doni, bersiap untuk bercerita.

"Yaa. Sebenarnya ngga galau juga sih, cuman lagi resah aja."

"Haa? kok ganti rasanya?" Doni kebingungan.
"Gini Don. Tadi siang, abis pulang sekolah. Gue minta kejelasan tentang hubungan gue sama Maya. Lama lama gue capek juga kan HTS-an kayak gini terus, digantungin gini trus."
"Emm gituu" Kali ini Doni yang menenggak habis kopi Abdul. "iya trus trus?"
"Nahh. Trus setelah gue ngomong gitu. Maya cuman njawab gini, Tungguin aja sampai hari akhir kelulusan nanti. Aku belum bisa nentuin itu sekarang" Dengan nada pelan Abdul menirukan gaya bicara Maya. Dan kini Ekspresi wajah Abdul tambah manyun."
"Jadi lo resah cuman karna anggun ngomong gitu? Bego banget sih lo, Dul!" Doni meletekkan gelas yang dari tadi masih dipegangnya. "Bukannya seharusnya lo seneng? karna Maya uda mau buka hati buat lo. mungkin aja nanti di hari kelulusan, Maya bakalan mutusin Alex, pacarnya, temen deket lo juga. Bukannya itu harepan lo slama ini?" Doni sedikit emosi.
"Iya Don. gue tau itu" jawab Abdul kalem. "Tapi itu kemungkinan kan? Coba lo bayangin kalo kenyataannya beda? ntar ujung ujungnya PHP lagi dong, galau lagi dong gue. Makanya sekarang gue jadi ngrasa resah gini."

"Heh Dul?! Liat gue!" Doni menatap tajam Abdul. Menatap wajah yang penuh dengan kegelisahan, "Gue baru aja putus sama pacar gue!"

"Hahh?! lo putus sama Aula? kenapa?! kapan?! gmana ceritanya? Bukannya selama ini lo lancar lancar aja sama Aula?" Abdul shock. Tapi Doni tak pedulikan semua pertanyaannya.
"Lo liat wajah gue! hepi-hepi aja kan?! lo liat kesedihan di wajah gue"
Abdul hanya menggeleng.
"Sekarang lo tau kenapa gue dateng kesini?"
Abdul menggeleng lagi. Doni mulai emosi.
"Gue lagi berusaha move on Dul! Gue pengen lupaen semua masa lalu gue di tempat ini. Tempat yang sangat nyaman untuk menyendiri. Gue pengen 4 hari sebelum kelulusan ini, berjalan serasa 4 detik! Biar gue cepet pisah sama Aula. Biar gue bisa cepet lupaen Aula" Emosi Doni mulai menjadi.
"Alaahh. Anjrit lo bilang tadi bilang hepi-hepi. Tuh liat expresi wajah lo mulai baper!" Abdul menahan tawa.
"Hahaa. Kampret lo, Dul!" Emosi Doni terkendali kembali.
"Hahahahahaaa" Mereka tertawa bersama.

Malam semakin larut. Tak ada lagi orang-orang atau santri-santri yang lewat depan Pojok Pesantren. Tapi suasana sunyi itu terpecahkan oleh tawa Abdul dan Doni yang tak mempedulikan dengan suasana sekitar Pojok Pesantren.

"Gini aja, Don" Entah lari lemana ekspresi manyun Abdul tadi. Karena dia sekarang terlihat sangat sumringah, "Gue punya solusi buat kita!"
"Hahh? kita?! Apa hubungannya lo sama gue? Najis lu!" Doni nyolot.
"Busseeett! sok suci amat lo!" Abdul nyengir. "Bukannya gitu, Don. Dengerin gue dulu. Gini, masalah kita emang beda. Gue resah nunggu jawaban dari Maya. Trus lo lagi usaha move on dari Aula. Tapi coba lo pikirin. Ada kesamaan dari masalah kita!" Abdul belagak sok cerdik. "Kita sama-sama pengen cepet menuju hari kelulusan. iyaa kaaan? Kita sama-sama ngga sabar dengan hari kelulusan, iyaa kaann? Ahhaaa" Abdul tambah sok jenius dengan mengangkat jari telunjuknya.
"Ehh. Iya juga sih" Doni menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Trus.. Trus kalo sama emangnya kenapa, Dul?" Doni masih menyelidiki.

"Gini. Gue punya solusi untuk masalah kita!" Abdul menjelaskan maksudnya.

"Emm.. Apa?"
"Jadi... biar hari-hari kita berjalan dengan cepat. Atau biar terasa lebih cepat, bahkan ngga terasa sekalian. Kita habiskan waktu kita di malam hari, begadang sampai pagi hari!"
"Hah? maksud lo?" Doni mulai nyengir.
"Jadii... Kalo malemnya kita begadang, esok harinya kankita ngantuk banget tuh. jadi kita tidur deh sampai malam lagi. Kan harinya jadi ngga kerasa tuh, hahahaha"
"Hahh?! Gue besok kan masih kuliah, Dul!" Doni menyeringai.
"Yaa. tidur aja di kampus! hahaa" Solusi konyol dari Abdul. Sekarang dia lagi nyengir. Jelek banget.
"Kampret Ah lo!" Doni menggaruk kepalanya lagi.

Lalu Doni terdiam. Dan dia mulai berfikir. Benar juga ide dari Abdul. Doni sekelas dengan Aula di kampus. Jadi kalo Doni mengantuk di kelas, dia ngga bakalan lagi susah-susah masang muka sok jutek didepan Aula. Doni baru putus sama Aula. walaupun dia masih marah, tapi dia blum bisa move on sama mantan terakhirnya itu. Rasa sukanya yang masih tersisa, tapi kalah sama rasa gengsi yang ada. Jadi hari-harinya terasa berat di kelas kalo masih bisa liat wajah Aula disisi sebelah kiri tempat duduk kelasnya. "Jadi kalo gue tidur dikelas, gue nggak bakal nglirik-lirik Aula lagi, ngga kerasa juga jam mata kuliah gue dikelas. Ahaa!" Gumam Doni dihati.


"Emm. boleh juga kalo dicoba tuh. Ide lo, Dul hehe" Doni sekarang yang lagi nyengir, menahan malu karna tadi sempet ngga setuju "Tapi sekarang kita tidur. Oke?! ini udah jam 4 pagi, dan gue males kalo ntar diuber-uber keamanan pondok disuruh tidur. Oke?!" Doni membela diri "Bye!" Dia langsung lari gitu aja meninggalkan Abdul sendirian di Pojok Pesantren.

Abdul hanya bisa menahan kesal "Anjrit emang tuh anak!"

Part 2


Keesokan harinya. Abdul dan Doni sama-sama menunjukkan ekspresi wajah lemas tak bergairah. Mereka berangkat bersama. Abdul berangkat kesekolahnya, dia masih kelas 3 SMA. Sedangkan Doni berangkat ke kampusnya. Kelas D3 semester terakhir fakultas Tekhnologi Informatika.


Pukul 07:15 mereka berangkat. Walaupun dengan berjalan kaki, tapi mereka tak peduli dengan kata telat. Karena, Jarak Pesantren Putra berdekatan dengan Sekolah dan Kampus, karena masih satu yayasan. Begitu juga dengan Pesantren Putri, walaupun jaraknya agak jauh dengan Pesantren Putra, tapi masih dalam satu komplek.


Sampai di kelas masing-masing. Mereka langsung pasang formasi untuk tidur. Doni, yang posisi duduknya lumayan belakang, langsung memanfaatkan keadaan. Sementara Abdul, masih belum bisa tidur. Mungkin dia malu kalo ketahuan mengantuk didepan Maya. Karena Abdul dan Maya satu kelas, walaupun jarak duduknya berpisah agak jauh. Begitu juga dengan Doni dan Aula dikelas mereka.


Doni sudah tertidur sangat pulas. Tak peduli dengan suasana sekitar, apalagi Aula. Karena dia adalah tujuan utama Doni melakukan itu. Tak peduli juga Doni dengan materi apa hari itu, kelasnya siapa. Lalu. dalam mimpinya. Dia mendengar suara sepatu yang mendekat.

"Takk... tak.. tak..." Semakin jelas suara itu semakin mendekat. Dan tiba-tiba, "Drrrruuaaaaggkk!" suara bom atom meletus dibangku meja Doni. ternyata mimpinya berubah menjadi kenyataan.

"Berani-beraninya kamu tidur dikelas saya! Keluar! Dasar Kebo!"

"Hahahahahahaaa" suara tawa anak-anak dikelas mengejek Doni.
Doni baru saja tersadarm kalo pagi hari itu, jadwal mata kuliah waktu itu adalah Jaringan Komputer, dan dia lupa, kalo dosennya uda ganti seminggu yang lalu. Killer Abiss!! mukanya kalo lagi marah kayak Dwayne Johnson di film The Fate of the Furious atau Fast 8. Dan gara-gara dosen itu, Doni harus menahan malu di kelasnya, terutama malu karena Aula juga ikutan tertawa. Doni memutuskan untuk pulang ke pesantren untuk melanjutkan mimpinya yang terganggu.

Di ruangan lain. Di kelas 3 SMA. Abdul sudah tak mampu menahan rasa kantuknya. Dia sudah setengah jam molor di kelas. tanpa merasa malu sama Maya. karena uda ngga sadar juga. Tak terasa sampai istirahat pertama Abdul tertidur. Lalu... tiba-tiba terdengar suara "Drrrruuaaaaggkk!" Bom atom meletus kembali, kali ini di bangku meja Abdul. Abdul tersentak.

"Malah molor!! kirain lu ngilang, Dul!"
Ternyata Alex yang datang.
"Hahh! Anjritt! ngapain sih lo heboh amat! kaget nih! gangguin orang tidur aja lo!" Abdul langsung emosi. Mimpi indahnya terhenti di Sad Ending.

"Kenapa lo ngga ke kantin sih, Dul? gue nyariin lo dari tadi" Tanya Alex kalem. mencoba menurunkan emosi Abdul.

"Ya lo liat kan?! gue di sini... tidur di kelas!"
"Iya iyaa.. santai bro.. sory gue ngga tahu" Ales memelas.
"Iyaa. ada apa nyariin gue?" Abdul mulai terkendali.
"Gue lagi butuh lo, Dul! Gue lagi ada masalah sama Maya. Gue takut putus sama dia!" Alex langsung baper menceritakan masalahnya.
"Alaahh elo ya! hubungan kok masalah mulu, kapan hepinya?" Balas Abdul "OK, sekarang siapa yang salah? Elo? atau Maya?" Abdul mulai mengintrogasi.

"Yaa.. Gue sih yang mulai. tapi abis itu, Maya malah ikutan ngotot. Jadi dia juga salah kan, Dul?" Cetus Alex.

"Yaudah.. simple ajaa. Lo yang mulai, lo yang mengakhiri. Sekarang lo minta maaf sama Maya" Abdul memberi ceramah singkat.
"Hah?! gue lagi? Kenapa gue mulu yang ngalah sih, Dul?" Alex menyeringai..
"Ya karena lo yang mulai mulu, bego!" Abdul ngotot.
"Iya iya dehh"

Alex pergi. Meninggalkan kelas Abdul sendiri. Dia sudah tidak begitu mengantuk gara-gara suara bom tadi. Dan dia tersadar, ternyata Gadgetnya dari tadi berbunyi berkali-kali. Dan setelah dibuka, ternyata sudah banyak missed call dan sms dari Maya.

"Aku tunggu kamu di tempat biasa, Dul. Aku lagi butuh kamu"
"Aku lagi ada masalah sama Alex. Aku pengen curhat sama kamu, Dul"
"Abdul. Kamu dimana sih? Aku nungguin kamu"

Abdul mulai khawatir. Dia mulai gelisah. Wanita yang dia idamkan, sekarang sedang bersedih. Tapi dia tak bisa hadir untuk menenangkan hatinya.

"Maafkan aku, May. Aku tertidur di kelas. kamu yang sabar yaa. Aku langsung kesitu" Abdul hanya membalas singkat sms Maya. Dan dia langsung bergegas untuk menemui Maya. Tapi begitu langkah Doni sampai di depan pintu kelas. Maya sudah berdiri di depannya. Lalu bel tanda istirahat pertama berbunyi.

"Istirahat sudah selesai. ngapain mau keluar?" cetus Maya dengan face kecewa. Lalu dia melewati Abdul dan menuju ke tempat duduknya. Abdul juga menuju ke tempat duduknya.

"Hey, May! Maaf yaa" Abdul menunjukkan kedua jarinya ke arah Maya dengan ekspresi memelas. Tapi Maya hanya menoleh sebentar. Dan hanya membalas Abdul dengan wajah kecewanya.
"Anjritt! semua ini karena Alex. knapa sih dia mulu yang cari gara-gara! Gue slalu jadi korbannya. huhh" Abdul menahan kesal dihati.

"Kring ...kring... " Bel tanda istirahat kedua berbunyi. Abdul tersentak kaget. Tadi selama pelajaran dia mengantuk lagi. Langsung saja matanya reflek menoleh ke arah tempat duduk Maya. tapi ternyata Maya sudah tidak ada. Abdul langsung mencari Maya ke kantin.

Sesampainya di kantin. dia tak menemukan orang yang dia cari. Malah wajah Alex yang ada di sana, dengan ekspresi galau memandang ke arah layar handphone.
"Hehh?! Gimana? uda baikan belum?" Abdul mulai bertanya.
Alex hanya menggeleng.
"Malah tambah parah nih"
"Ah lo bego banget sih?!" Abdul langsung emosi. "Ngomong apa aja lo sama Maya?"

"Rencananya sih gue pengen ngajak Maya ketemuan, Gue pengen njelasin semuanya, tapi dia uda bilang gamau duluan sih , Dul. Yaudah. Gue emosi kan. Jadi gini deh, tambah parah"

"Lo uda minta maaf belum sebelumnya?"
"Yaa.. belum juga sih"
"Bego! kan simple masalahnya. Lo tinggal minta maaf. udah! kelar!" Abdul mulai emosi. Alex uda bikin Maya jadi kecewa sama dia. Tapi dia malah gengsi banget cuman disuruh minta maaf "sini HP lo!"
"Hah? lo mau ngapaaen?!"

Abdul merebut paksa handphone Alex. "Udah, lo diem aja!"

Abdul juga mengeluarkan handphone nya. Dan sekarang dia megang dua handphone. Abdul mulai mengutak-atik kedua handphone itu.
Abdul sms Maya, pake handphone nya, untuk menenangkan hati Maya. Lalu Abdul juga sms Maya, pake handphone Alex, untuk meminta maaf. Dan dia mulai melancarkan misinya. Dengan kata-kata yang manis dan sedikit gombalan dari Abdul. Maya mulai menurun emosinya, terlihat dari balasan smsnya. Dan sampai bel tanda istirahat kedua berakhir berbunyi, hubungan Maya sama Alex membaik.

Sesingkat itu Abdul menyelesaikan masalah. Lalu dia beranjak menuju ke kelas. Begitu dia sampai di depan kelas, Maya sudah berdiri di depan pintu kelasnya. Abdul melambatkan langkahnya, dia mulai salah tingkah.

"Ngapaen kamu bantuin kita?" Maya bertanya kalem.
"Hah?! bantuin apa? Ohh masalah kalian? kamu sama Alex? kan kamu aja belum cerita sama aku masalahnya gimana" Abdul belagak bego. Sumpah, kali ini bego banget.
"Iyaa. Aku emang belum cerita. Tapi Alex uda cerita kan? Aku tahu semuanya, Dul. Aku tahu bahasa sms Alex. Dan aku juga paham banget dengan bahasa sms kamu. Jadi ngga perlu ada yang ngasih tahu, aku uda tahu semuanya" Maya berterus terang. Abdul linglung setengah mati. Tambah bego, kali ini bareng salah tingkah dan mati gaya.

"Ehh" Abdul menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku kecewa sama kamu, Dul" Maya menunjukkan ekspresi wajah yang membuat resah hati Abdul.
"Katanya kamu suka sama aku. Pengen kita ngga HTS-an kayak gini terus. Tapi liat aja. Aku lagi ada sedikit masalah sama Alex aja kamu mbantuin dia. Dan ini sudah beberapa kali kan? Apa sih sebenarnya mau kamu?" Maya menggertak. Abdul tersentak. Dia langsung berfikir dengan cepat.

"Aku?! kamu tanya apa mauku?!" Abdul mulai bicara dengan emosi yang terkendali. "kamu harus tahu, May. Aku beda sama Alex. Aku ngga cuman pengenjadi pacar kamu, yang bangga dengan status pacaran. Aku ngga cuman pengen kejelasan dalam hubungan, tapi isinya cuman brantem mulu, kayak kamu sama Alex" kali ini Abdul mulai menurunkan emosinya. "Aku cuman pengen kamu bahagia, May. Dimanapun kamu, dan dengan siapapun kamu. Asal kamu bahagia, hatiku juga ikut merasakannya"


Maya terharu. Baru kali ini ada cowok yang melakukan semua itu padanya. Membuatnya kehilangan kata-kata untuk menjawab. Tak sadar mata Maya sudah berlinang. "Maaf, Dul. Maafkan aku" hanya itu yang terucap dari bibirnya.


"Yukk. Kita masuk ke kelas!" Maya berusaha mengalihkan perhatian dengan senyum terpaksanya. Lalu membalikkan badannya dan mengusap air mata yang mulai terjatuh. Abdul hanya terdiam dan mengikuti langkah Maya memasuki kelas.


Sepanjang pelajaran terakhir. Maya hanya terlihat sedang merenung. Sementara Abdul melakukan kebiasaannya di kelas, dengan bernyanyi-nyanyi dan menabuh-nabuh bangku mejanya sendiri. Kemudian, sepulang sekolah. Hati mereka berdua sudah menemukan ketenangannya. Mereka bergegas untuk pulang sekolah bersama. Lalu bercanda disepanjang jalan. Hingga langkah sampai di simpang jalan Pesantren Putra dan Pesantren Putri, mereka berpisah.





Kenangan Ramadhan

 Flacker Rapper  4:07 AM 


Oleh: Saib Maulana

_
Jiwa ini tertunduk.
Merasa malu dengan lingkungan. Dimana usia sudah dalam kategori dewasa. Ah! Hati merasa iba, mencari syaraf menuju otak, memintanya untuk mengingat. Otakpun memberikan beberapa kenangan masa lalu, dan hati memilih salah satu kenangan. Kenangan terbaik. Dimana aku dalam 10 tahun yang lalu.
_
Saat ini umurku 11 tahun. Aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Dan saat ini, aku sedang giat giatnya menunaikan ibadah puasa. Suasana bulan Ramadhan saat ini sangat indah.  Semua keluargaku berpuasa. Dan tak pernah seharipun ada salah satu anggota keluarga yang melewatkan waktu berbuka bersama di rumah. Setelah itu, aku selalu berlari ke masjid, adu cepat dengan teman temanku untuk mendapatkan shof sholat terdepan. Teman yang berada di shof terbelakang pasti diejek oleh teman yang lain setelah tarawih berakhir. Lalu kami tadarus bersama, adu fasih membaca Al-Qur'an, berebut mic, berebut menabuh bedug, beradu kencang menyanyikan lagu Sifat Sifat Allah, dan syair syair Kisah Nabi.. Semuanya terasa asyik dilakukan. Padahal aku, dan teman temanku tak paham dengan pahalanya, hanya menuruti perintah orang tua...
_
Anganku kembali. Otakku terputus dari syaraf memori masa lalu tadi. Aku kembali, di bulan Ramadhan ke-21 dalam hidupku.. Dan syaraf itu masih terasa oleh hati, hingga hati merasa teramat sakit! Malu! Karna semua ingatan itu hanya menjadi masa lalu. Saat saat terbaik dalam Ramadhanku.. Kenangan yang begitu indah...
Ramadhan yang tak terlupakan . .
_
Temanggung, 25 Ramadhan
03:03 am




(Rewrite) Lamunan Anak Dhuafa

 Flacker Rapper  4:03 AM 


Aku Bisa Bertahan



Sebuah Cerita Fiksi 


Aku sedang melamun, memikirkan apa yg kurasa. Duduk ditepi jendela, membawa sebuah clipbook, dan menggenggam pena yg ingin ku ukir diatas kertas-kertas kosong. Dengan diiringi lagu-lagu yang selalu jadi inspirasiku, aku berbagi rasa dengan pena dan kertas ini. Entah mengapa aku ingin menulis lagi,setelah sekian lama aku tak berirama dengan tinta yg keluar dari dalam pena ini. Bahkan aku sempat malu pada penaku, karna terlalu lama aku tak menggunakannya. Maaf penaku. Aku sudah lama meninggalkanmu. Tanpa sedikitpun aku mengingatmu, apalagi merindukanmu. Tapi kali ini aku ingin mengajakmu bercerita pada kertas kosong ini, tentang apa yg selama ini kurasakan dan selalu kupendam dalam hati kecilku.

“Write to Survive!” kata hatiku. Karna menulis adalah caraku berjuang untuk bertahan dilingkungan ini. Meluapkan  semua perasaan yg ku pendam dikertas ini, adalah cara untuk sedikit menghilangkan luka dan beban yang ada, yang telah membakar seluruh jiwa.

Bosan dan malas, adalah kata-kata yang selalu ada dibenakku. Lemah dan kalah, adalah sebutan yang selalu kudengar dilingkungan ini. Di rumah yang kurasa semakin asing buatku. Diantara  orang-orang yang kusebut dengan keluarga, yang semakin melupakanku dengan apa yang mereka kerjakan. Membuatku seolah tak dianggap oleh mereka, dan seolah tak melihatku ada diantara mereka.

Tiap hari aku cuman bisa malas-malasan. Menghabiskan waktu yang selalu kubuang sia-sia, mengerjakan apa yang kurasa tak ada pentingnya, dan entah mengapa apa yang kulakukan selalu membuat mereka merasa terganggu. Tapi aku hanya bisa pasrah ketika mereka memarahiku, karna aku tak bisa hidup tanpa mereka. Mungkin  jika aku tak ada diantara mereka, aku sudah menjadi gelandangan di pinggir jalan. Jadi aku perlu berterimakasih kepada mereka karna sudah menerimaku, meski hanya sebagai benalu di rumah.
Kadang aku iri melihat adik-adikku, yang tiap hari mengemasi buku-buku pelajaran di ranselnya, mengerjakan tugas yang diberikan gurunya, dan mengikat tali sepatu untuk berangkat mencari ilmu. Aku juga iri pada kakakku, yang selalu sibuk dengan apa yang dia kerjakan. Orang tuaku, yang selalu sibuk dengan urusan mereka. Tapi aku cuman bisa melamun seperti ini, menundukkan daguku yang layu, dan menyangganya dengan tangan kananku. Dengan wajah lemas, dan raut muka penuh kesedihan. Aku takut melihat bayangan masa depanku yang tak cerah lagi, Tapi aku bingung merubah bayangan itu.

Sejenak aku mengambil jam tangan kesayanganku, dan ternyata aku sudah menghabiskan berjam-jam duduk di jendela ini. Lalu aku meletakkan jam itu di halaman kertas sebelah. Aku mengamati jarum detik yang ada pada jam itu, dan aku iri melihatnya. Aku ingin menjadi jarum detik, yang selalu berjalan maju. Walaupun sebenarnya ia hanya berputar-putar, tapi putaran itu yang membuat waktu terus berjalan. Ia yang menjalankan menit menuju jam, lalu sehari bisa berubah jadi seminggu, dan sebulan menjadi setahun. Semua berawal dari detik yang berputar.

Aku memang sudah seperti detik itu. Yang hanya berputar, tapi tak mengubah apapun. Aku hanya mensia-siakan waktu yang selalu berjalan. Lalu aku mengamati lagi jarum jam itu, melihat jarum detik yang terus berputar, dan membuat mataku mengikuti lajunya. Lalu ia seolah menghipnotisku. Menyadarkanku bahwa masih ada dzat yang masih setia bersamaku, Allah. Hanya Dia, satu-satunya dzat yang selalu ada disaat jiwaku rapuh, menolongku dikala ku jatuh. Dia yang selalu memberiku petunjuk disaat ku bimbang. Dia adalah jawaban dari pertanyaanku selama ini.

Sesaat itu aku merasa ditampar dengan pikiranku sendiri, tersadar bahwa aku melupakan dzat yang selalu mengingatku. Lalu aku bergegas mengambil air wudhu, untuk melaksanakan apa yang selama ini kulupakan. Walaupun langkah ini berat memenuhi panggilan adzanMu, suaraku masih serak membaca ayat-ayatMu, tapi Dia berikanku kekuatan, untuk melewati semua ini.

Lalu aku melamun lagi, tapi aku tak bingung lagi. Kucoba resapi semua problema yang terus menerjang. Kucoba selami segala yang telah terjadi. Kuambil hikmah dari apa yang Dia berikan. Kucari nikmatnya, walaupun itu tak ada. Dan kucoba untuk hadapi semua dengan tenang.

Aku sadar. Bahwa aku sedang berada didalam terowongan yang panjang. Di tempat yang sangat gelap, penuh lubang, penuh duri. Tapi aku yakin di ujung terowongan itu pasti ada cahaya, yaitu masa depan yang cerah. Aku harus bisa bertahan dalam keadaan ini, untuk menggapai masa depanku yang indah. Hingga kututup tulisan ini dengan mengucap sebait doa. Meminta apa yang seharusnya kuminta. Dan menyadari bahwa aku khilaf, karna telah melupakanMu.


“Ya Allah. Kau Yang Maha Kuat.

I want you to know that I will fight to survive.
I will not give up, I will not give in, I will stay alive for you.
I will survive, I will revive. Getting bigger than life.
Kau berikan aku kekuatan, untuk lewati semua ini.
Engkau Yang Maha Esa, Yang Perkasa
You give me reason to survive.
Give thanks to Allah.”

Selasa, 10 Desember 2014


Tentang Penulis

Nama           : Muhammad Saib Maulana a.k.a. LittleCaib
Alamat         : Krajan Ngaren, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah

Suka dan Duka

 Flacker Rapper  7:17 AM 




13 Mei 2016 12:58


Ada seneng.. Ada sakit..

Ngga ada sakit?
Ngga pernah seneng!


                Baru selangkah aku melangkah. Kakiku tersendat melewati jalan yang dulu sering kupijak. Mungkin karna jalan itu sudah lama tak kujejaki. Hingga  aku tak tahu. Perubahan apa saja yang terjadi pada jalan itu. Sampai-sampai, kakiku sudah merasakan sakitnya dalam pijakan pertama.

            Tak tahu mengapa. Aku ingin melewati jalan itu lagi. Setelah hampir setahun lamanya aku menapaki jalan yang lain. Mungkin karna aku merindu, atau aku tak mendapat tujuan di ujung perjalananku yang lain. Hingga hati mengisyaratkan kaki untuk berbalik langkah. Menuju jalan yang dulu pernah menemukan tujuannya.
        Tapi ternyata. Hidup ini adil memadukan antara hal positif dan negatif. Dimana hal tersebut selalu sepadan bila dibandingkan. Seperti halnya proses dan hasil. Yang membuahkan hasil yang buruk bila kita tak mengalami proses yang sulit. Dan kita harus berusaha keras! Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Begitu juga dengan rintangan yang mengganggu proses menuju hasil. Siapa yang mampu melewatinya. Dialah yang mampu menuju tujuan yang diinginkan.
           Saat itu aku tersadar. Mengapa kakiku terluka melewati jalan tadi. Karna tujuan dari jalan yang ingin kulewati membutuhkan proses yang sulit, penuh rintangan. Hingga otakku harus lebih jeli memikirkan. Hatiku harus lebih peka merasa. Yakinkah aku melewati jalan yang dulu pernah kupijak. Karna dari otak mengingat, aku masih melihat. Suka duka apa saja yang akan kurasakan.
            Perlu beribu persiapan untuk berperang. Meski melawan apa yang pernah kita kalahkan. Bahkan lebih dari itu. Karna kita pernah menyadari, kesalahan apa saja yang terjadi saat berperang. Dan ini semua tentang hati. Yang harus kuat menghadapi apa yang otak pilih. Antara baik dan buruk, yang ada suka dan duka. Atau hanya datar, yang berarti biasa-biasa saja?

Pilihan

 Flacker Rapper  3:07 AM 


My Choice

Rabu,  03 Juni 2015 02:28
Pagi ini semua terasa sunyi. Hati ini terasa sedang merasa apa yang harus dirasa. Hingga syaraf dari otak mencari cara menuju tangan untuk menyampaikan kata yang ingin diubah menjadi kalimat berparagraf. Karna ternyata terlalu banyak kisah yang ingin ditulis.
Kisah itu kudapat dari beberapa tulisan dalam buku yang telah selesai kubaca. Dari cerita fiksi atau nonfiksi yang dirangkai dalam adegan film. Dari lirik lagu yang menceritakan keyakinan cinta. Dari cerita nyata yang pahit, hingga berujung pada keberhasilan. Atau bahkan dari pikiranku sendiri, yang kurasa dalam hati ini indah untuk dirangkai dalam bait kata per kata menjadi sebuah cerita. Meski ceritaku belum menemukan akhirnya.
Semua terlihat indah bila sampai pada akhir yang bahagia, seperti kisah penulis bernamaAsma Nadia yang menemukan pendamping hidupnya di kota Beijing. Atau cerita Raditya Dikayang memutuskan untuk move on dari mantan-mantannya karna merasa tempat yang dulu pernah dia singgahi sudah tak nyaman, dan lebih memilih fokus pada karirnya dalam menulis. Begitu juga perjuangan Merry Riana yang berhasil mewujudkan mimpinya, dan menyadari bahwa dia membutuhkan orang yang menyayanginya dalam menggapai masa depannya.
Semua kisah itu mengingatkan aku pada kalimat dalam paragraf ceritaku yang belum menemukan intinya. Yaitu kisah hidupku sendiri. Dan selalu. Saat otak memikirkan apa yang harus ditulis tentang diri ini, ia selalu membayangkan pada hal yang berhubungan dengan cinta. Aku pun tak mengerti, kenapa hanya perempuan yang selau kupikirkan. Karna berkali-kali Bondan Prakoso menyanyikan, “Hidup bukan sekedar, tentang patah hati”. Tapi tetap saja, kenangan itu selalu kuingat. Meski terasa sakit jika mengingatnya terlalu dalam.
Tapi mungkin kali ini rasa itu mulai berbeda, karna hati tak lagi patah hati. Ia telah menemukan cara untuk menyembuhkan sakit yang telah lama membutakan apa yang lebih indah disekitarnya. Tapi sayangnya, cara itu adalah kembali pada wanita yang ia cinta. Hingga rasa takut muncul dalam otak, karna mungkin ada sesal yang terasa setelah wanita itu memang telah kembali.
Aku tak tahu. Baik atau burukkah keputusan ini. Yang kutahu hanyalah rasa percaya dalam hati ini untuk kembali pada tempat yang dulu terasa nyaman disinggahi. Seperti lantunan laguTantri Kotak yang pernah ku dengar. Saat cinta hanya membutuhkan rasa percaya, meski semua yang ada disekitarnya dalam pihak yang berlawanan.
Tapi, inilah aku. Kisahku memang sangat berbeda dengan kisah Raditya Dika dalam novelKoala Kumal, atau cerita Asma Nadia dalam film Assalamu’alaikum Beijing, begitu pula dengan kisah perjuangan nyata Merry Riana dalam film Mimpi Sejuta Dolar. Karna aku memilih kembali. Dan bukan mencari apa yang lebih indah dari yang lain atau dari yang lebih baru. Meski, kata-kata dalam kisah mereka selalu membayangi pikiranku, untuk lebih peka dalam memilih jalan. Bahwa masa lalu memang seharusnya berlalu. Dan kita seharusnya lebih baik dari masa lalu yang pernah kita alami. Karna masa itu pasti memberi sebuah pelajaran, yang mengajari kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin itu yang ingin mereka sampaikan.
Tapi dalam kisahku dulu. Aku belum menemukan akhir yang seharusnya berakhir. Aku hanya merasa hubungan itu berhenti dalam  waktu yang sejenak. Dan aku merasa kisah ini akan indah bila sampai pada akhirnya. Karna saat kisah ini terhenti. Aku, bahkan dia, tak menemukan apa yang lebih baik dari masa lalu kita. Atas alasan itu,  hati ini percaya pada keputusan untuk menyatukan lagi kata aku dan dia, menjadi kata yang lebih indah. Ialah kata “kita”.
03:53

God Always True

 Flacker Rapper  11:35 AM 


Dear God ...


                Ada Tujuh sifat Tuhan yang perlu dimengerti, bahkan ditelaah oleh manusia biasa.

“Why?” karna sifat itu seperti kita, manusia biasa. Pantas saja jika banyak kaum yang menentang!
Keyakinan pada Tuhan itu sulit didapatkan. Coba saja kita cari, apa yang membuat kita yakin?
                Dia Ada, Esa, Hidup, Qodrat, Mendengar, Melihat, Berfirman. Itu sebagian sifatNya. Lalu dari mana kita bisa meyakini itu semua? Bahkan itu hanya sebagian. Bagaimana kita bisa percaya? “Mungkin, dari sejarah?”. Just That?. Sejarah yang diceritakan orang tua, kakek buyut, orang-orang terdahulu? Lalu bagaimana dengan orang yang selalu berfikir dengan logika, seperti kaum mu’tazilah?
                Ada benarnya mereka menentang, karna kita juga bisa berlogika. Tapi bukan mereka yang benar. Logika mereka yang benar! Akui saja. Jika kita, sebagai umat Islam juga pernah menghubungkan logika dengan Tuhan. Pernah kan? Hanya saja. Bedanya kita dengan mereka. Kita sejak lahir sudah dibentengi sifat Tauhid dari orang tua kita.That d’answer.
                Tapi sekarang kita harus berfikir lebih dewasa. Otak kalian uda gede kan? Nggak hanya selalu percaya sama omongan orang kayak anak kecil! Tauhid kita sudah pasti berbeda. Nggak lagi ‘hanya’ percaya sama Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Qodrat, Kiamat. Yaa seperti pelajaran Rukun Iman yang diajarkan sejak kita di TK! Itu kan kita masih labil, shobi! Lalu umur kita sudah berapa? Masihkah fikiran kita seperti anak kecil?
                Perlu kita telusuri kata percaya tadi. Tapi yang kutanyakan bukan pada kita, tapi orang-orang bertauhid itu. Darimana mereka bisa benar-benar yakin bahwa Tuhan Ada?! “Perasaan mereka amat tinggi, bukan hanya percaya, tapi merasa, bahwa Tuhan Ada. Merasa malu saat berbuat maksiat, karna merasa Tuhan melihatnya. Takut berkata buruk, karna merasa Tuhan mendengarnya”. Emm.. mungkin itulah cinta sejati. Yang mana cinta harusnya tertuju pada siapa. Harusnya rasa suka, menyayangi, takut, malu, itu pada siapa. “Just God”. But ,Ly. “apa lagi?”.  ini belum sampai intinya.
                Aku hanya perlu bukti tentang semua sifat yang dimilikiNya! Kenapa hanya Baginda Nabi Muhammad SAW, yang dapat melihat Tuhan. Kenapa hanya Nabi Musa AS, yang dapat mendengar Tuhan berfirman. Dan Nabi Ibrahim AS, yang diberi kesempatan melihat Cahaya Allah. Mungkin hanya mereka dan Nabi-nabi lainnya yang diberi kesempatan mendapat bukti nyata bahwa Tuhan Ada.
Aku hanya berani menulis, walau dalam hati aku tetap merasa takut. Salahkah aku? “Itu wajar kok, Lay”. aku hanya iri. Tak bisa mencintaiNya seperti mereka. Karna aku pernah merasa cinta, walau tak kutahu itu cinta apa. Karna dari Dia sendiri cinta itu berasal.
                Hey God ...
Perlu Kau tahu. Bahwa aku mencintai insan yang Kau ciptakan. Dari dia aku merasa, bahwa cinta itu indah sekali. Aku tergila-gila hanya karna cinta. Lantas dari indahnya cinta itu, sedikit ku berfikir lebih dalam. Kenapa tak bisa ku mencintaiMu?, mencintai utusan yang Kau cintai, mencintai Al-Qur’an yang Kau firmankan. Kenapa hanya bisa, kucintai wanita yang kau ciptakan. Yang kusadari cinta itu hanya berujung pada nafsu!. Hinanya aku, God.
#kuinginmencintaiMu ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar